Wednesday, 9 April 2014

Menulis(lah)

Menulis, sebuah kebutuhan (harusnya). Menulis, itu semacam obat penenang yang gak punya sisi negatifnya, semuanya positif. Entahlah dengan orang lain, bagi gue seperti itulah pandangan gue tentang menulis. Menulis, gak perlu menunggu punya topik atau mencari kata keren yang tepat dahulu, ambil saja pena mu atau apapun medianya, goreskan kata yang memang ingin kamu katakan, apa yang ada dalam pikiranmu, apa yang kamu dengar, yang kamu rasakan. Biarkan dia mengalir. Dan, boom! Semuanya lepas, gue terbang, dengan tulisan gue yang -entah-apa-aja- random banget!

Menulis, toh gak harus serius, gak harus menunggu merangkai kata yang sempurna. Menulis, gak harus punya orang lain buat jadi punya pembaca setia yang budiman. Jika kamu menulis, toh kamu jadi pembaca yang baik buat tulisanmu sendiri. Bukankah itu hal yang menakjubkan, kamu membaca diri kamu sendiri, jadikan itu kebiasaan, jadikan itu kebutuhan dan woalaa! Kamu mengenal diri kamu sendiri. Menulis, kamu bisa mengalirkan gairahmu, emosimu, kedalam-nya. Dan ketika kamu membacanya, kamu seperti sedang membaca mantra, mantra ajaib, mantra menakjubkan, mantra kamu.
Menulis, itu pilihan ter-baik, ketika kamu tidak sanggup lagi mengucapkannya atau tidak sanggup lagi memendamnya.  Tuliskan saja! Jika kamu sedang ah, pening sekali dengan sesuatu/seseorang, tuliskan saja apa yang kamu rasakan, berasumsi saja dia akan membacanya, saya yakin kamu akan lebih lega daripada sekedar ingin mengatakan tapi tak berani, ingin memendam tapi tak sanggup lagi. Tuliskan saja, bukankah saya sudah katakan diawal, menulis itu seperti obat penenang.



Menulis itu investasi yang paling baik, menurut gue. Investasi untuk mengenal diri kita sendiri. Satu persatu tulisan yang kita tulis, waktu demi waktu, akan mengumpulkan siapa kita sendiri. Tulisan itu bisa menjadi acuan ukur bagaimananya kita dulu dan bagaimana perubahan kita-nya sekarang. Menulis itu investasi yang bersifat priceless untuk diri kita. Mengenal diri sendiri, apalagi di umur yang rentan sedang mencari jati diri ini, bukankah susah sekali menyebut nominal untuk mengetahui sebuah jati diri? Dan orang lain belum tentu bisa mengenal kita sebaik tulisan kita sendiri.



 Lihat, tulisan gue masih -gak-oke-banget-kan? Tapi oke, gue masih mencari jati diri, nanti gue bakal baca tulisan ini —berulang-ulang kali— sama seperti tulisan gue yang lainnya, nostalgia dengan tulisan-tulisan gue itu, belajar dari tulisan gue, dan membentuk jati diri yang mapan untuk jati diri gue di masa depan. Menulislah, karena itu sama pentingnya dengan membaca buku dari penulis terkenal. Toh penulis itu, gue yakin melewati fase menulis untuk diri sendiri dulu. Lalu membiasakannya, dan mejadikan tulisan mereka menjadi pendapatan bagi mereka. Menulis, merupakan bagian ekonomi kreatif, dimana input dan outputnya merupakan gagasan.



                Dengan membaca kamu bisa mengenal dunia, dan dengan menulis kamu bisa mengenal kamu! Atau bahkan.. dunia bisa mengenal kamu
-----------------------------------------------------------------------------------------

Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa merubah.
Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menghibur.
Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menemani.

Menulislah, dengan keyakinan bahwa itu bisa merubah, menghibur dan menemani Jangan pedulikan jumlah komen, jumlah like, jumlah pengunjung. menulislah! Karena dunia ini akan jauh lebih baik jika semua orang pintar menulis — Tere Liye






Pesan baik:

Menulislah dimedia yang tepat. Saran gue dibuku jurnal lu, serah deh buku apa, buku paperline juga oke. Kalau buat media dunia maya, tulis aja di blog. Biar gak ada yang marah atau nyindir lu ngerusak home atau ngotorin timeline. Ingat! Blog itu halaman pribadi lu kan, aturan lu, itu enaknya. Kalau ada yang marah juga, nah berarti dia pengunjung setia blog lu. Nyiahahahaha