Karang-karang lalu diam. Menangis. Hanya satu kesadaran bahwa mereka memang dilahirkan untuk dihantamlah yang membuat mereka bertahan. Dan pahitnya, karang-karang itu harus menyaksikan Ia yang sedari tadi berlari. Pahit, karena itu tidak menjadi bagian dari kesadaran mereka.
Kalau kau punya kemauan yang kuat, katanya, semesta akan ikut mendukungmu. Bahu-membahu menyelaraskan inginmu itu dengan keadaan mereka, bereaksi sesuai apa yang kamu butuhkan. Tapi ia tak dimengerti oleh karang. Apalagi ombak yang arogan.
Maunya tidak terbaca. Ia memang tida bicara, sekedar berbisik pun tidak. “Rahasia”, batinnya.
Ia ingin mati tanpa hatus bunuh diri. Ia ingin pergi tanpa harus dicaci. Semua orang berkompetisi menaikkan harga diri, tapi Ia tak mau lagi. Dunia terlalu padat, ramai, sesak. Mungkin hanya di sini Ia bisa sendiri. Meski sebenarnya Ia tahu bahwa tiada seorang pun yang benar-benar sendiri.
-dalam Ja(t)uh