Thursday 31 December 2015

Mempertanyakan komitemen pertemanan


Kalau pacaran adalah hal wajar mempertanyakan komitmen pacar kita tentang keseriusan hubungan yang sedang dijalani. Wajar dong dipertanyakan, kita menghabiskan waktu dengannya, berbagi masalah, saling menguatkan satu sama lain dan memberi semangat agar masing-masing menajdi pribadi yang lebih baik. Kalau si pacar ternayata bilang gak terlalu serius dengan hubunga ini kita bisa saja memutuskan hubungan perpacaran itu. Toh buat apa menghabiskan waktu, emosi tenaga dan lainnya buat orang yang nyatanya gak nganggap kita serius. Apalagi disaat kita mulai menggap dia adalah salah satu hal terserius dalam kehidupan kita. Kita bisa saja mencari orang lain yang serius dengan kita, menghargai kita sama halnya yang kita lakukan pada dia.

Nah, kalau pertanyakan komitemen keseriusan berteman? Kok nganu ya rasanya. Kok rasanya itu…. pertanyaan yang tabu.
Sialnya, gue pengen banget ngajuin itu pertanyaan ke teman-teman gue yang bagi gue mereka merupakan orang-orang serius dalam kehidupan gue. Sialnya, gue sadar itu gak ‘wajar’ dipertanyakan.

Monday 28 December 2015

Foto keluarga: Sumber Jaya, Bengkalis

saya, jihan, heleri, irwanzi, jery, kaem, kaka, handardi, ilok, ova, indah, aulia.
Beserta keluarga kami; indah kecil, pak jarwo, bu zainab dan si buk polwan kecil, anggun

KKN Kebangsaan 2015, Desa Sumber Jaya, Bengkalis. Diambil saat piknik di 'Kebun binatang' Bengkalis

Sunday 27 December 2015

dari cahaya bulan des27

bulan lingkaran sempurna, diambil didepan rumah

bulan lingkaran sempurna yang terang itu kalau muncul, suka buat baper ya

Saya gak tau itu namanya bulan purnama atau apa, takut salah nyebut 'siklus bulan'. Bukan ahli falak soalnya, cuma berharap punya 'teman hidup' yang ngerti tentang ilmu falak, hihii

Salam, untuk bulan lingkaran sempurna terang yang lalu-lalu, 
semoga cahaya bulan menerangi jalan malam mu




Thursday 24 December 2015

Candu merindu?

ada aja ya alasan buat rindu itu datang lagi. Lama-lama aku kecanduaan pula rindu sama kamu. Lihat senyum penyanyi favoritku rasanya kaya lihat senyum kamu. Ngeliat tempat itu baper tingkat keras langsung. Lihat seragam kaya kamu, haduuuh. Rasanya kok jarak dan waktu hal sepele saja ya? Haha

Padahal sebagai anak ekonomi regional, itu fokus masalah utama loh.


Sunday 15 November 2015

Ya, mungkin saya mendut

Namun Mendut-ku, mendut-ku, memang arif orang tuamu memberi nama mendut padamu. Wahyuni pun melihat betapa masih mendut-mendut dirimu, masih mengambang, mencari bentuk. Akan kuiringi kau, Anakku sayang, sebagai wakil orang tuamu yang pastilah merindukan kau juga saat ini dan serba prihatin mengambang juga antara yang pasti dan yang belum tentu. Tetapi sekali saat kamu akan menemukan batinmu, jati-dirimu, prono-mu. Sekali peristiwa Mendut-ku akan bersua dengan pemenhan dambaan-dambaanmu, Dewa Kamajayamu, wayahmu, citramu 
 – Y.B. Mangunwijaya, Roro Mendut, Novel sejarah, Gramedia, hal. 52.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mendut berarti masih mengambang, bimbang untuk mencari bentuk. Sedangkan prono mempunyai arti batin, jati-diri. Citra berarti dambaan, gambaran dan bayangan. Nah bukankah pada suatu saat pada dalam mecapai citra-citra atau bayangan, atapun jati diri kadang-kadang kita dalam keadaan mengambang tak menentu, kadang-kadang ke sana kadang kemari?


Tuesday 10 November 2015

Surat Cita

Selamat pagi Ibu. Saya tidak tau ketika Ibu membacanya saat siang atau sore, tapi selamat pagi punya magis –memberi semangat. Semoga selamat pagi ini memberikan Ibu semangat, semangat menjadi Ibu negara, tak peduli walau sebentar lagi Pak SBY harus menajdi mantan presiden. Ibu tenang saja, katanya tak akan pernah ada yang namanya mantan Ibu, Ibu akan tetap menjadi Ibu negara, Ibu dari bangsa ini beserta Ibu-Ibu lainnya, dan sebentar lagi saya akan menyusul Ibu menjadi Ibu negara ini. Menjadi Ibu negara tak harus mempunyai seorang suami presiden kan Bu? Seorang wanita yang merawat negara ini, peduli, mengurusi dan bertindak untuk negara ini ia juga pantas dipanggil Ibu negara kan Bu?
Ibu, doakan saya untuk menjadi Ibu negara yang baik untuk negara ini. Katanya doa dari Ibu adalah doa yang pasti dikabulkan Allah. Walau bukan Ibu kandung, Ibu tetap Ibu sayakan? Ibu dari jutaan anak negara ini. Ibu, doakan saya suatu hari nanti ketika saya menjadi Ibu negara saya akan menjadi Ibu yang super bagi anak bangsa ini. Ibu yang akan peduli pada semua anak bangsa ini, tak peduli dia dari kalangan mana. Saya ingin mendongengkan mereka Bu, seperti Ibu kandung yang mendongengkan anaknya. Mungkin itu hal sepele, tapi entah kenapa sekarang hal semacam itu sudah mulai ditinggalkan Bu, ya sama seperti budaya menulis dan membaca. Saya juga ingin menanamkan kembali budaya menulis dan membaca pada mereka, supaya mereka mengenal dunia, supaya mereka mengenal diri mereka, supaya mereka dikenal dunia.

Doakan aku Bu, supaya suatu hari nanti aku aku bisa menggapai citaku menjadi Walikota Pekanbaru. Tapi aku akan tetap menjadi Ibu negara, bukan Ibu Kota kan Bu?  Doakan aku Bu, saat aku menjadi Walikota aku mampu mensejahterahkan kota kecil ku ini. Menjadi adil, juga sekaligus menjadi Ibu dari anak-anak kota ini, membesarkan mereka, memberikan mereka kehidupan yang bahagia, kesehatan yang ‘murah’, fasilitas belajar yang memadai, perpusatakaan, taman, suasan kota yang aman, nyaman, bebas asap. Oya Bu, aku juga ingin memperbaiki transportasi umum kotaku ini, aku ingin masyarakat lebih suka naik transportasi umum, supaya mereka berinteraksi, tidak individualis selain itu bisa mengurangi macet dan polusi. Sekarang dikotaku cuma ada Trans Metro, kalau Ibu berkunjung ke kotaku aku akan mentraktir Ibu naik Trans Metro ke Pustaka Wilayah, itu tempat favoritku Bu.

Ibu, aku suka melihat Instagram Ibu, Ibu suka bunga ya? Bunga favoritku bunga Bugenvil. Bugenvil, walau tak diberi perhatian khusus ia tetap bisa memberikan keindahan dari bunga-bunganya yang warna-warni, ia tetap bisa berbunga walau orang tak terlalu memperhatikannya, tak meyiramnya. Aku ingin menjadi Ibu negara seperti bunga Bugenvil, ia akan tetap memberi manfaat bagi orang-orang, memberikan keindahan bagi orang-orang walau tak diperhatikan orang lain atau bahkan diabaikan. Aku ingin seperti Bugenvil Bu, aku ingin menjadi Ibu negara yang tulus merawat negara ini,  membesarkannya dan menjadikan negara ini negara yang dibanggakan, negara yang hebat.

Doakan aku Bu, doakan aku bisa membantu Ibu menjadi Ibu negara, merawat negara ini.

Salam,
Ospa
Calon Ibu negara & Walikota Pekanbaru

Thursday 5 November 2015

Apa itu unlimited blue?

Harusnya ini udah diposting lama, Cuma ya karena kemaren bahas tentang “boleh gak akad nikah dulu, resepsinya nanti aja?” kaya 3 bulan lagi gitu? Dan ternyata boleh-boleh aja, bahkan setahun kemudian juga boleh. Yaa.. walaupun penghulu teman gue bilang “UDAH BASI! kalau gitu”, tapi.. ah pokoknya gak papa kok menurut teman-teman gue yang sedang bercerita tentang pernikahan. Eh tapi ini sama sekali bukan tentang pernikahan dan gue sama sekali bukan sedang merencanakan pernikahan. Karena.... gue.. masih single. Bukan jomblo. Masih belajar. Dia juga. Entah belajar apa. Ehem. *skip*

Ini tentang perubahan blog gue. Yang belum gue jelaskan, entah kepada siapa. Sebenarnya udah malas bahasnya, udah kelamaan banget kayanya kalau mau bahas. Tapi resepsi aja boleh  sampai setahun lagi, kenapa bahas perubahan blog aja gak boleh terlambat. Better late than never. Itu sebenarnya motto gue kalau lagi gak sanggup ikut UTS, lebih baik ikut ujian susulan dan sudah ‘siap’ daripada tidak ikut sama sekali.

Jadi, pertama tampilan blog gue udah berubah. Dari awalnya ‘menurut gue’ bersifat little vintage dan sedikit girly –liat aja background dan headernya– jadi simple aja, gak terlalu banyak macam lagi. Kedua namanya juga udah ganti dari yang tadinya Olala.. Ospa! Yang artinya kurang jelas gitu, jadi lebih serius(?) unlimited blue.

Kenapa unlimited blue? Karena langit. Teman gue juga bilang, apa yang terlintas pas denger unlimited blue? Jawabannya ya langit. Seringnya blog ini sebenarnya gue jadikan tempat curhat gak jelas, atau tempat pengaduan atau apalah namanya, kadang itu sering gue lakukan dengan.. em.. langit. Jadilah, gue menginterpretasikan langit kedalam nama blog ini. Tapi langitkan gak selalu berwarna biru? Yak. Langit gak selalu bewarna biru. Tapi warna favorit gue memang biru. Dan biru mempunyai banyak makna. Dan jadilah, sesuatu yang tak terbatas dan mempunyai banyak makna. Itu maksud gue. Gue pengen punya alur hidup, punya cerita, pengalaman yang tak terbatas –dihidup gue yang terbatas ini– dan  mempunyai banyak makna. Gue sadar sebenarnya semuanya punya batas, itulah kenapa bacaan unlimitednya di header gue kurung, sebagai pengingat semuanya sebenarnya ada batasnya. Bingung? Jangan, anggap aja itu bagian dari sifat kontradiktif gue.

Sebenarnya ini hampir sama dengan makna mybluebanana walau dari sisi yang berbeda. Intinya gue mau sesuatu yang mustahil menjadi gak mustahil lagi dan mempunya banyak makna. Gue gak mau punya batas ditengah keterbatasan. Gak ada yang mustahil, walau sebagai Hamba Tuhan gue tau manusia itu punya batas, Tapi hei! Gue punya Tuhan yang gak ada yang mustahil bagi-Nya.  Itu juga alasan kenapa gue gak mau ganti alamat blog gue dari mybluebanana.blogspot.com jadi semisal unlimitedblue.blogspot.com–belum ada yang punya loh! – karena yaa artinya sama juga, toh capek juga keles gonta-ganti alamat, sayaaaang amat.

Headernya juga ada foto guenya tuh, eheheheek. Gue suka banget sama foto gue yang ntu. Eh, eh bukan karena gak nampak mukanya ya jadi fotonya bagus  yaa -___-). Foto itu diambil digedung favorit gue, itu sejenis diruangan rahasia gue, hahaha, karena emang jarang orang ke ruangan itu. Nah, pemandangannya itu kota Pekanbaru, keren looooh, heheehe. Itu juga ada kerangkeng besi, jadi pas kan, gue lagi memandang hal tak terbatas –langit & pemandangan kota Pekanbaru– tapi gue sebenarnya terbatas, alias dikurung dengan itu besi, alias kaca. Begituh. Ngerti gak? Ya, gak salah lu kalau gak ngerti sih. tapi coba aja baca atau pahami dengan baik ya, hahahaa.

Friday 9 October 2015

Lilin Merah

Adakalanya kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yang terbaik. Keheningan menghadirkan pemikiran yang bergerak ke dalam, menembus rahasia terciptanya waktu.

Keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. Hening menjadi cermin yang membuat kita berkaca–suka atau tidak suka pada hasilnya.

Lilin merah berdiri megah di atas glazur, kilau apinya menerangi usia yang baru berganti. Namun, seusai disembur napas, lilin tersungkur mati di dasar tempat sampah. Hangat nyalanya sebatas sumbu dan usailah sudah.

Sederet doa tanpa api menghangatkanmu di setiap kue hari, kalori bagi kekuatan hati yang tak habis dicerna usus. Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dalam gelap.

Berbahagialah, sesungguhnya engkau mampu berulang tahun setiap hari.


1998. Dee


Sunday 17 May 2015

Bacalah!: Gowest and Gowes


Go West and Gowes! Catatan seorang copywriter 3
Budiman Hakim
Bentang Pustaka
November 2012
264 halaman
----------------------------------------------------
Hahahaahahaa. Tertawalah anda, tetapi jangan banyak-banyak ntar katong ketawanya rusak dan tersiksa pas baca buku ini karena buku ini memaksa kita untuk tertawa saat membaca. Tapi, bukan hanya sekedar tertawa.

Berawal dari bazar buku bersama siotong Pea, kami terheran-heran melihat judul bukunya. Gowest and gowes! Ini buku apaan? Covernya gambar seorang bapak (yg keliatan kaya pelatih bola) dan seorang anak lelaki gendut (yg manis kaya Chinese) lagi megang sepedanya. Ini apaan ya? Pergi kebarat dan bersepeda? Kami pun terheran-heran. Dan saling berpandangan, dan buku yang kami pegang terjatuh, dan mata kami lekat saling memandang, lalu ku beranikan berbicara pada sepasang mata besar yang sedang kutatap “Pea yang jatuhin, bukan opa” kata ku. Hahaa, oke itu absurd banget dan bohong banget kejadiannya. Jadi ceritanya, setelah terheran dengan judul dan covernya, kami lihat backcovernya, taraaa.. ada Sapardi Djoko Damono, yak! Officially ini buku kedua yang kami beli samaan karena ada SDD nya pea.
Untuk semua masyarakat Indonesia yang sedang galau, semoga terhibur

Semacam resensikah? - Kisah Muram di Restoran Cepat Saji


Kisah Muram di Restoran Cepat Saji.
Bamby Cahyadi.
Gramedia Pustaka Utama.
Desember 2012.
152 halaman
 ----------------------------------------------------------------------

M, saya tertarik dengan buku ini karena judulnya. Dengan pengalaman sekilas bekerja direstoran cepat saji, saya sangat setuju dengan judul buku ini. Kurang lebih itu adalah sedikit pengalaman berharga saya sepanjang hidup. Et, bukan pengalaman saya bekerja dan merasakan ‘muramnya’ restoran cepat saji yang akan saya tuliskan kali ini.

Saya baru mengenal nama Bamby cahyadi. Jadi setelah membaca judul bukunya saya menlihat profil penulisnya, dan hei! Lucu sekali kelahiran 70an, yang kira-kira kalau di‘kurs’kan dengan buku ini diterbitkan, berarti umurnya 42tahun, tetapi fotonya imut dengan kacamata dan jari ala checklist didagunya, ini foto bisakah saya katakan diambil 15tahun yang lalu? Hahaa. Untuk ukuran 40 tahun saya menilai (dari fotonya) pribadinya imut sekali. Yang paling lucu adalah ia adalah lulusan Hamburgerlogy saya baru tau ada jurusan itu. Oke judul menarik, penulisnya menarik, dan teman saya ketika akan membeli buku ini bilang resensi untuk buku ini juga menarik. Tak usah ditanya buku ini memang layak dibeli, bukan karena hanya lagi bazar dan mendapatkan buku ini dengan Rp.15.000 saja, saya ‘kena’ jackpot!. Ye.

Sedikit cerita: Museum Sang Nila Utama


Sebetulnya agak malu juga saya menulis tentang museum ini, sebagai orang yang lahir dan besar dan mencintai kota ini, sedikit sekali pengalaman dan pengetahuan saya tentang museum satu ini, Museum Sang Nila Utama. Tapi nantilah kita bercerita tentang itu, sekarang mari kita nikmati museum ini dulu.

Akhir maret lalu, saya berkesempatan menjadi ‘turis di negeri’ sendiri. Namanya turis, pasti jalan-jalankan, nah salah satu destinasi jalan-jalannya adalah Museum Sang Nila Utama ini. Museum ini letaknya strategis amat sebenarnya, terletak di Jalan Sudirman, pusat kota Pekanbaru, disebelah Taman Budaya. Layaknya museum biasa punya berbagai koleksi kuno, miniatur khas Riau sampai koleksi sedikit ‘cerita sejarah’ Provinsi Riau.

Karena saya rombongan jadi gak terlalu tau banyak informasi, maaf yah ._.v Saya juga gak tau berapa tiket masuknya, huhuu. Tapi kayanya udah digratisin deh, soalnya di plang informasinya tiket masuknya dihapusin, kayanya loh. Waktu berkunjung ke museum itu dari hari Selasa-Minggu, ada yang dari jam 8.00-15.00 (Selasa-Kamis), cuma sampai jam 11.00 (Jumat) dan sampai jam 13.00 (Sabtu-Minggu)
.
Museum ini sederhana saja kok bentuknya, kaya rumah panggung adat Riau di Jalan Diponegoro. Pas masuk kita langsung ke lantai 2 kita langsung ke meja administrasinya, mbak-mbaknya lumayan ramah kok (entah karena habis difoto ya? Muahaha, gak ramah beneran kok). Karena saya rombongan jadi ada bapak pemandunya yang menceritakan sekilas gitu, cuma yaa saya gak terlalu suka mendengar jadi saya duluan aja lihat-lihatnya toh udah ada keterangan juga, ya walau keterangannya gak rinci, hehee.

Saturday 16 May 2015

Coba cerita tentang gue dan siradio

Radio koleksi Museum Sang Nila Utama, Pekanbaru
Ngomong-ngomong tentang radio, gue dengan bangga mengatakan gue termasuk salah satu orang yang masih setia dengar radio, dan dengan lebih bangga lagi mengatakan sering kirim salam untuk ehem lewat radio, plus lagu spesial berharap si dia mendengarkan, Hahahaaahaa. Terkutuklah orang yang mengatakan orang yang dengarin radio adalah orang kuno zaman purba, karena lewat radio gue merasa lebih canggih dan.. gaul? Hahahaa

Pengalaman gue dengan radio gak spesial-spesial amat sebenarnya, gue belum pernah ketemuan penyiar favorit gue, atau ngantarin dia makanan atau bahkan nelpon ke radio. Gue ini termasuk kategori silent listener. Tetapi pengalaman gue dengan radio tetap oke buat gue banggain, hahaha.

Waktu SMP gue paling sering denger radio, apalagi saat itu sedang suka-sukanya sama teman, uhuuk, padahal sering ketemu disekolah, tapi gue gak berani nyapa, jadi gue sapa dia aja di radio, pakai nama samaran dong, kalau dia dengerkan gue malu juga, hahaha. Lagu yang sering gue request adalah lagu d’masiv, wajar saat itu d’masiv lagi booming-boomingnya, atau lagunya J-Rocks. Kalau lagunya, ‘lu-tau-sendiri-lah’ malu banget nyebut judulnya, yang aaa.. ‘malu adek bang’. Sampai sekarang gue gak tau dia tau gak ya dia pernah dikirimin salam dari gue? Gue pun gak tau dia suka denger radio gak ya waktu itu? Pas zaman putih abu-abu, hampir sama, cuma beda metode. Dulu gue sama anak-anak OSIS lainnya pas latihan PBB sering sok-sok main radio-radioan. Pake seperangkat speaker sekolah kita sok-sokan lagi on-air gitu, terus kalau mau kirim salam sms aja kami, nah bisa mutarin lagu juga, tapi banyak yang gak ada lagu yang direquest, wong playlist yang kami punya kan dikit, hahahaa. Cuma kirim-kiriman salamnya itu, kemungkinan didengar sama yang dituju, hahahaa.

Thursday 14 May 2015

Sendiri

Sendiri. Saya muak dengan bising, dengan kebersamaan, entah kenapa semua terasa mengganggu, palsu. Mempertanyakan pembicaraan kita, kebersamaan kita. Kenapa kita lakukan? Tuluskah? Atau hanya karena hal basa-basi agar tak sendiri. Saya ingin hilang, pergi ketempat dimana tak ada yang mengenal, apa yang saya lakukan tak lagi dipertanyakan atau dicurigai. Nah, sekarang betapa terlihat tak bersyukurnya saya. Tapi saya muak dengan kebersamaan, saya muak merasa kebersamaan itu palsu. Bahkan merasa kebersamaan itu hanya seperti hinaan karena kita tak mampu untuk berdiri sendiri. Kita bersama untuk tidak terhina tetapi kita saling menghina.

Mengapa kita bersama? Karena merasa cocok? Merasa saling menguntungkan? Merasa bisa saling menjadi lebih baik dengan bersama? Atau karena ya.. kebetulan saja, karena tak ada kesempatan memilih orang lain lagi untuk bersama.

Saya muak terlihat ini bukan saya, tau apa anda? Saya saja tak tau. Saya ingin hilang dan tersesat, mencari jawaban. Tak ada yang mengenal, lalu apa yang akan saya lakukan? Mungkin saya akan menjadi saya. Saya muak terkukung dalam masyarakat yang serba sok tau, sok tau tentang saya, tentang semua. Saya muak dengan percakapan dan tawa dan canda yang bising ini. Seperti klakson pengendara bodoh yang membunyikan klakson ditengah macet.

Oi! Saya ingin sendiri dan hilang dan tak dikenal. Saya ingin menemukan diri saya sendiri, dan tak lagi asing dengan diri sendiri dan berhenti bertanya siapa kau sendiri? Saya muak menjadi asing dengan diri sendiri mengkambinghitamkan kebersamaan, mengkambinghitamkan kenal-mengenal karena membuat saya kehilangan diri sendiri.

Saya ingin sendiri dan memperhatikan keramaian dan menertawakan orang-orang yang tak mengenal dirinya sendiri.

Saya ingin sendiri, untuk mengetahui diri.

Tuesday 3 March 2015

Nyesal masuk SMK?

Baru terasa ditahun ketiga lulus dari SMK. Eng, gak tau sih sebenarnya nyesal atau gak, yang tau rasanya sedikit nyesek, hiks. Ini gegara baca bukunya John Maxwell, Soe Hok-Gie. Padahal dalam buku itu gak ada sama sekali bahas sistem pendidikan loh, cuma dalam buku itu ya pasti membahas Sejarah. Dan gue sangat begitu teramat suka membahas pelajaran Sosial, semacam sejarah. Dulu sewaktu SMP gue semacam apa ya, pernah menjadi ‘murid kesayangan’ guru IPS gue dan menjadi murid –mungkin semacam– ‘murid kebencian’ guru Matematika gue, hahaaha. Karena gue emang cinta mati sama pelajaran IPS –tidak termasuk Ekonomi, karena gue gak pernah nganggap Ekonomi adalah bagian dari IPS. Gue ingat gimana gue dapat banyak cap –jadi tiap bisa menjawab pertanyaan dapat cap dari sang guru. Gue ingat betapa gak sabarannya gue melahap buku IPS gue. Gue suka menggebu kalau baca buku Sejarah walau sering lupa tanggal kejadiannya, buku Geografi, menghapal batas lintang negara, Sosiologi –bahkan dipelajaran ini guru gue pernah belain gue saat si doi ngejek gue, yakin gue dia iri karena gurunya lebih sayang gue, muhehehe. Sewaktu SMP gue yakin banget bakal lanjut ke SMA, bahkan teman sebangku gue yang waktu itu mau lanjut ke SMK Teknik gue hasut terus supaya masuk SMA. Bahkan gue hinalah SMK itu, semacam SMK itu sempit,  cuma bahas A kita gak bisa tau B C Y Z dsb. Dan yang terjadi adalah.. sebaliknya. Teman gue masuk SMA dan gue SMK.

Kenapa bisa masuk SMK?

Sewaktu itu pilihan sekolah sepenuhnya diserahkan ke gue, asalkan sekolahnya adalah sekolah baik & bermutu, orang tua setuju. Sewaktu itu gue daftar sama teman-teman gue, gue temenin dia ke sekolah A, dia temanin gue daftar kesekolah B. Sekolah B yang menjadi incaran gue ini emang udah sekolah yang gue incar semenjak SMP. Namun ada beberapa isu yang menyulitkan masuk kesana, gue anak SMP mudah amat kemakan isu. Karena takut dan kepengen aman, gue ikutilah teman gue ke sekolah A yang mereka daftarkan. Singkat cerita pas tes, teman-teman gue gak lulus masuk di sekolah yang mereka pengen tapi gue Cuma coba-coba anehnya lulus, teman gue yang daftar disana gak ada yang lulus. Pahit.


Friday 20 February 2015

Apa kabar?

Terakhir kali aku bertemu denganmu, tepat 7 hari sebelum hariku. Ah, kau merusak bulan favoritku. Bulan hujan itu, bulan ceriaku sekarang punya sejarah pilu. Sekarang 141 hari telah berlalu, dan hari-hari itu berjalan fluktuatif. Terkadang aku begitu mengingatmu, terkadang aku bahkan lupa mengingatmu. Jika sedang mengingat, kau pun mampu membuat diriku berfluktuasi, kadang begitu pilu dan begitu bodoh dan begitu marah dan begitu tertawa, Haha.

Tidak, aku hanya merindukan saja.
Tidak pernah lebih. Kalaupun pernah, aku pun pernah mencoba agar sampai tidak pernah lebih daripada itu. Dan berhasil.

Aku menikmati seperti menjadi mainanmu, seperti anak sekolahan ingusan yang baru mengenal dunia kenal-mengenal pria. Aku mengingat kebodohan itu dan tertawa. Kau bersikap seolah aku terlalu abu-abu, dan kita tertawai kebodohanku. Dan aku menertawai keberpura-puraan bodohku padamu.

Tak ada, aku hanya mengingatmu di malam yang terlalu malam ini atau pagi yang terlalu pagi ini. Pukul 00 :34 sekarang. Tak ada yang terjadi pada kita, hanya mungkin aku memang seperti anak ingusan dihadapanmu. Hanya terdiam –kau hanya belum tau betapa tak bisa diamnya aku.
Akhir-akhir ini aku sering membaca prosa-prosa yang entah mengapa jika aku membacanya, maka yang teringat adalah engkau.


Apa kabar rindu?

Suatu hari, kita hanya diam. Sama-sama bungkam. Diantara kita tidak ada dendam. Namun jauh dibalik hatiku, ada duka bersemayam. Wajahmu yang biasanya punya ekspresi beragam kini hanya muram. Dan selalu muram.
Kita kadang masih melempar senyum. Tapi tak seikhlas dulu. Tak setulus waktu itu. Waktu kita tak hanya diam. Waktu kita menghabiskan waktu untuk saling bercerita. Waktu kita sering berdiri di lantai yang sama. Waktu kita obati duka dengan canda.

Rindu aku, dengan ekspresi wajah yang tak terpaksa.
Dengan senyum yang tak menyiksa.
Dan cerita yang murni, tanpa perisa.
–Ja(t)uh hal. 53


Kabar
Kelak disuatu senja kita akan berjumpa
Bola mata kita saling lekat menatap
Tanpa ada satu kata pun terucap

Kelak di suatu waktu kita akan bertemu
Aku masih ingat siapa namamu
Begitu juga kau mengenalku

Tapi mulut kita sama membisu
Kita mencipta kebekuan
Yang dulu sempat cair hanya dengan kata: 'Hai'
Atau, 'Apa kabar'
...................
Apa kabar?
–Ja(t)uh hal. 128