Sunday 18 December 2016

Kepada, Pembaca/Pembohong

Suatu waktu pernah kamu katakan bahwa tulisan ku bagus.
Ku katakan padamu: kau bukan pembaca yang baik atau harus ku katakan bahwa kamu adalah pembohong yang baik

Sebab jika tulisan ku memang bagus maka seharusnya kamu tau tulisan ini selalu tertuju pada satu kamu

Sunday 11 December 2016

Ilusi

Jika kau ingin tau bagaimana hidup dalam ilusi, maka duduklah dihadapanku. Sebentar, kan kuhidangkan dulu segelas teh hangat untukmu, kan ku hidangkan juga camilan diatas meja bundar yang nantinya akan memberi jarak pada kursi ku dan kursi mu. Padamkan dulu segala gadget mu itu. Ku persilahkan kamu untuk menikmati barangkali seteguk atau tiga teguk teh yang telah terhidang, setelah kau buka penutup gelasnya, melambunglah selayang uap-uap putih, hirup dulu baik-baik aromanya, sebagian orang bilang baunya menentramkan, pelan, biarkan bibir gelasnya bertemu dengan bibir mu, hingga cairan itu merasuki kerongkonganmu, memberi kehangatan dalam dada mu, meninggalkan rasa manis di lidah mu. 

Teh itu ku sediakan sebagai jeda, untuk duduk dihadapanmu aku harus mengatur dulu detak jantung yang merinding, mengontrol suhu tangan yang mendingin, dan mata yang malu tapi ingin. Meyusun kata untuk bercerita dengan mu taklah semudah mengatur tatanan di meja rotan ini, taplak meja rajut bewarna broken white itu sebelumnya sudah ditimpa dengan setangkai mawar biru dalam vas bening ditengah diamternya, lalu ku sudutkan sedikit letaknya, agar yang menjadi titik tengah antara kita adalah setoples camilan yang sebenarnya tak ada artinya, dan bagian meja yang dekat dengan mu ku letakkan gelas ceper dengan piring kecil dibawahnya, yang sekarang isinya sudah berkurang. Duduk dihadapan mu dan menceritakan ilusi ini pun tak semudah mengatur tata ruang wilayah yang sedang coba ku garap menjadi skripsi. 

Maka semakin lamalah jeda diantara kita, mulut mu mulai berontak ingin berkata, tapi suasana kikuk mulai kamu rasakan, maka tak lagi mulut mu ingin berontak, tapi jiwa mu kali ini. Tidak, tak ku masukan serbuk yang memberi efek kaku pada lidah di minuman mu tadi. Kamulah yang memantrai aku hingga aku terdiam dan membuat mu serba salah hingga menyesal mau saja menerima ajakan ku untuk duduk.  

Dan jika bisa kita mengukur, maka rasa penyesalan ku yang akan lebih tinggi dari rasa penyesalan mu kali ini. Mau saja untuk mengajak mu duduk dihadapan ku, dan beraninya menjanjikan sebuah cerita tentang ilusi kepada orang yang membuat ilusi itu ada.

Dan akhirnya kita hanya diam. Aku yang nyatanya tak sanggup menceritakan ilusi dan kamu yang tak mau sanggup tahu bahwa kamu adalah ilusi itu. Maka sekarang ilusi itu sendirilah yang menvceritakan dirinya, lama, hingga mawar biru itu pun akhirnya melayu.