Monday 29 February 2016

Les balet

Tetiba ingat sama keinginan waktu kecil dulu. Ia dulu saya pengen banget les balet, bukan hanya les balet, mama saya bahkan janji masukin saya sekolah kepribadian, itu waktu SD kelas 1 kira-kira. Kami ngomonginnya sambil jalan kaki dari sekolah saya ke kantor mama. Saya bahkan masih ingat langkah kaki saya waktu kami membicarakan itu. Saya jalan di pembatas parit tak berarir, jalan dengan langkah kecil tangan terkembang jaga keseimbangan. Mama bilang “nanti ditanyainnya sama teman kantornya, kalau gak salah ada di gobah”. Gitu kata mama. Tapi pakai kalimat, “nanti kalau ada uang”, hahaha. Sekolah kepribadian sama balet kan lumayan mahal. Saya girang bukan main dijanjiin kaya gitu. 

Alhasil, sampai saya kelas 5 SD saya belum juga les balet atau sekolah kepribadian. Saya malah les mata pelajaran sekolah di salah satu bimbel daerah sukajadi. Ada teman les saya, namanya Tika, dia juga suka balet, jadi sebelum les kami sering nari-nari balet di depan kelas. Apalagi saya punya rok cantik yang sering saya pakai buat pergi les, jadi dengan rok cantik itu saya nari balet. Sempat sebel sama mama karena waktu itu saya dibawain susu kedelai, tapi susu kedelainya tumpah, terus basahin tas les plus rok cantik saya itu. Padahal mama baik kali, udah bawain saya susu kedelai hangat, favorit saya. 

Sampai sekarang, saya udah kuliah, saya belum pernah ikut les balet atau sekolah kepribadian. Mama pasti sedih belum jadi atau lebih tepatnya gak jadi nge-les-in saya balet atau masukin saya sekolah kepribadian.

Nanti kalau punya anak perempuan, saya pengen lesin dia balet, semoga dia suka dan mau ya. Mama saya dan saya pasti senang nanti kalau lihat dia nampil lagi nari balet. Waaaaaaa

Friday 26 February 2016



Rasanya kita sedang berlomba-lomba siapa yang paling menderita diantara kita. Anggaplah kau menang, kau yang paling menderita, karena perlomba-lombaan mu ini sudah cukup membuat aku menderita. 

Semangat untukmu, meski kita sudah jarang bersua, semangat untuk mu, maaf tak bisa berada bersama mu

Aku, dari Sore

ku merenung, ku merenung, kenali hati
ku melaju, ku melaju, menyelami hati
aku tahu siapa aku,
sebenarnya...
aku hanya seorang manusia
belaka...

 

ku merenung, ku merenung, kenali hati
ku terhanyut, ku terhanyut, menyelami hati
yang penuh, dengan kesalahan, dan kelemahan
di dalam diriku, yang penuh, dengan kegelapan
dan terang di dalam
diri dan jiwaku....

 

yang penuh
dengan kegelapan
dan terang di dalam
diri dan jiwaku....
yang penuh
dengan kegelapan
dan terang di dalam
diri dan jiwaku....

Wednesday 24 February 2016

Melawan ragu = Berani maju

Jika anda ragu, lebih baik kembali

Yang peka pasti tau ini kalimat 'siapa'. Udah dua kali kalimat ini nampar gue telak-banget. Pertama ya ketika berani-beraniin dengan matang buat menjadi 'siapa' itu dan kedua sekarang.

Pertama gue bertekad menjadi 'siapa' tersebut, dengan prasyarat yang, yaelah udah kadarluasalah istilahnya, banyak orang kontra dengan yang gue lakukan tersebut, termasuk gue, walau gak sepenuhnya gue kontra, masih ada sisi lain diri gue yang pro. Dua sisi itu akhirnya menghaislkan keraguan, padahal udah jelas diperingatkan kalau ragu lebih baik mundur. Walau pada akhirnya gue mundur juga, tapi bukan karena rasa keraguan itu, mgukur diri dengan bayang-bayang alias kegiatan gue yang gak memungkinkan buat meneruskan menjadi 'siapa' itu akhirnya gue mundur. Mundur karena mengikuti kegiatan yang akhirnya menghasilkan keraguan yang kedua.

Jika ragu, lebih baik mundur

Ini kalimat datang lagi, gue ragu lagi dengan pilihan gue. Ah, banyakan ragu ni. Kalau kemaren gue berani-beraniin buat menjadi 'siapa' itu, sekarang gue bertanya berani-beraninya gue buat ikut ini kegiatan. 

Ragu-ragu lagi. 

Kalau ragu kapan maju?

Gue ikuti aja dulu ini kegiatan, pengen tau sampai mana ragu-ragu itu ngalahin gue. Dan Alhamdulillah sekrang gue berhasil ngalahin itu 'ragu-ragu'. Sekarang dengan hati yang mantap dan jiwa yang berani tanpa tanya gue siap buat segala konsekuensi yang bakal gue dapat. 

Manusia yang meragu untuk kebaikan takkan pernah maju.

Gak nyambung sih ini kutipan yang gue dapat pas searching buat kegiatan gue, tapi kalimat ini bener yang menghapus tuntas keraguan gue itu, serius.

"Berani untuk hutan bukan hanya sekedar slogan gagah-gagahan"


Tuesday 16 February 2016

Berlari dan Tenggelam


Aku yang menatapnya di balik tirai jendela
Tersenyum di atas biru kita
Dia yang melambaikan tertahan nyata dan tanya
Mencoba hindari celah kita
Bersandar di batas tepi kita mencoba
Merengkuh imaji hati
Berlari dan tenggelam berselimut kabut angan
Bersembunyi di dalam tuk duduk berdampingan
Kita yang coba tuk menyentuh hati yang tak kunjung menjemput
Kita yang coba tuk hindari hati yang coba tuk mengaku
Berlari dan tenggelam
Berlari dan tenggelam berselimut kabut angan
Bersembunyi di dalam tuk duduk berdampingan
Berlari dan tenggelam
And i only share this smile with you
Yes i only share this smile with you
 
With you, with you, with you

Saturday 13 February 2016

Dalam masalah

Pernah sewaktu waktu teman saya yang dalam masalah saya nasehati, kira-kira begini:

“Sebenarnya masalah kamu itu masalah kecil saja, kenapa kamu begitu sedih dan sekecewa itu? Pun kamu masih punya banyak orang yang mensupport kamu, dan kamu masih punya banyak cara sebenarnya untuk mengatasi masalah kamu itu.
Kita ini kalau adalam masalah sering kali menganggap masalah kita itu besar sekali, padahal hanya masalah kecil saja sebenarnya, orang lain bahkan punya masalah yang sangat besar dari kita”.

Teman saya itu bukanlah orang bodoh, dia hanya sedang terlarut dalam masalah kecill nya itu, saat saya nasehati tadi, ia menjawab

“Iya, tau ana (anggap saja dia memanggil namanya ana) tapi kalau lagi masalah kaya gini, gak peduli ana do dengan masalah orang lain yang mungkin lebih besar, kalau ada orang yang masalahnya cerai yaudah, cerai aja, terus cari aja lagi yang baru. Susah kali. ”

Itu jawaban teman saya, yang pasti mengejutkan saya. Saya yakin dia sedang tidak serius dengan responnya tersebut, paling itu statemen emosinya saja. Tapi lihatlah begitu hilangnya jadi diri seseorang jika sedang emosi dengan masalahnya. Emosi marah, sedih yang berlarut-larut atau tepatnya dibuat-buat oleh hati dan pikirannya.

Tapi apa yang dikatakan teman saya tadi kurang lebih betul adanya. Disaat saya menasehati dia dengan nasehat di atas saya sedang tidak dalam masalah, atau setidaknya tidak ingat punya masalah. Tapi ketika saya sedang dalam masalah, masalah ringan saja, saya pun menjawab kurang lebih seperti apa yang dikatakn teman saya itu.

Masalah proposal. Seolah saya saja yang mahasiswa yang punya masalah dengan proposalnya. Padahal banyak lagi mahasiswa yang bahkan lebih parah masalahnya, misal; pasti ada seorang mahasiswa tingkat akhir yang menunggu DO jika proposalnya tidak diterima. Tapi respon saya saat itu malah

“Ah, itu salah dia ngapa gak dari awal ngerjain, ngapa dia lalai!”

Padahal dalam akal sehat saya, bisa saja saya berpikir bahwa mahasiswa yang dalam keadaan seperti itu bisa saja dia membereskan masalah genting lainnya dulu, mencari nafkah untuk keluarga misalnya, hingga lalai tugasnya sebagai mahasiswa hingga dia terjerat masalah.

Betapa bahayanya orang yang dalam masalah. Yang ia fokuskan hanya masalahnya saja. Egoisnya dominan sekali jadinya. Lalu apa yang bisa diperbuat jika seperti itu?

Mengingat dan diingatkan.

Mengingat kita punya Tuhan, Allah SWT, tempat mengadu dan meminta pertolongan.
Seperti dalam QS. An-Naml ayat 62, yang artinya:

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)”

Mengingat bahwa masalah yang sedang kita hadapai itu, jika dihitung-hitung belum ada apa-apanya lagi dengan apa yang kita punya. Masalah proposal, betapa sepelenya bukan? Padahal masih banyak orang yang tidak punya kesempatan melanjutkan peguruaan tinggi. Yang tidak bersekolah saja masih banyak.

Dan Diingatkan

Orang yang terlaru larut dalam masalahnya sulit menggunakan akal dan hatinya. Menjadi manusia egois yang sering larut dengan masalahnya sendiri. Disini, berterimakasihlah kepada orang yang mengingatkan kamu, entah mengingatkan betapa ‘bodohnya’ kamu berlarut dalam masalah tersebut, mengingatkan kamu bahwa mereka ada untuk menolong kamu dalam masalah mu dan mengingatkan kamu bahwa masalah itu bisa dilalui, seperti hujan yang pasti reda atau badai pasti berlalu. Yang mengingatkan bisa saja bukan orang. Melainkan benda, entah itu rangkaian kata dalam nada yang tak sengaja didengar, atau aktivitas manusia lain yang ‘menampar’ mu, maka dari itu jika dalam masalah, janganlah-hindarilah berdiam pada suatu tempat, menyendiri. Pergilah keluar, dan lihat betapa kecilnya masalah kita atau banyaknya solusi untuk masalah yang sedang kita hadapi.

Seperti kemaren.
Saya dan teman saya tersebut keluar rumah mencari pisang coklat keju yang hangat di pinggir jalan yang ramai. Sambil ia membaca buku La Tahzan yang menamparnya untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, karena setan suka manusia yang tenggelam dalam kesedihannya.


written: 01022016


Friday 12 February 2016

Semangat

Aku, ingin sekali menyampaikan salam ‘semangat!’ untuk tiap kegiatan yang kau jalani,
Tapi.. mana ada nyali ku untuk menyampaikannya pada mu langsung, paling hanya dalam hati, dalam selipan doa

Semangat!