Sunday 17 May 2015

Bacalah!: Gowest and Gowes


Go West and Gowes! Catatan seorang copywriter 3
Budiman Hakim
Bentang Pustaka
November 2012
264 halaman
----------------------------------------------------
Hahahaahahaa. Tertawalah anda, tetapi jangan banyak-banyak ntar katong ketawanya rusak dan tersiksa pas baca buku ini karena buku ini memaksa kita untuk tertawa saat membaca. Tapi, bukan hanya sekedar tertawa.

Berawal dari bazar buku bersama siotong Pea, kami terheran-heran melihat judul bukunya. Gowest and gowes! Ini buku apaan? Covernya gambar seorang bapak (yg keliatan kaya pelatih bola) dan seorang anak lelaki gendut (yg manis kaya Chinese) lagi megang sepedanya. Ini apaan ya? Pergi kebarat dan bersepeda? Kami pun terheran-heran. Dan saling berpandangan, dan buku yang kami pegang terjatuh, dan mata kami lekat saling memandang, lalu ku beranikan berbicara pada sepasang mata besar yang sedang kutatap “Pea yang jatuhin, bukan opa” kata ku. Hahaa, oke itu absurd banget dan bohong banget kejadiannya. Jadi ceritanya, setelah terheran dengan judul dan covernya, kami lihat backcovernya, taraaa.. ada Sapardi Djoko Damono, yak! Officially ini buku kedua yang kami beli samaan karena ada SDD nya pea.
Untuk semua masyarakat Indonesia yang sedang galau, semoga terhibur

Semacam resensikah? - Kisah Muram di Restoran Cepat Saji


Kisah Muram di Restoran Cepat Saji.
Bamby Cahyadi.
Gramedia Pustaka Utama.
Desember 2012.
152 halaman
 ----------------------------------------------------------------------

M, saya tertarik dengan buku ini karena judulnya. Dengan pengalaman sekilas bekerja direstoran cepat saji, saya sangat setuju dengan judul buku ini. Kurang lebih itu adalah sedikit pengalaman berharga saya sepanjang hidup. Et, bukan pengalaman saya bekerja dan merasakan ‘muramnya’ restoran cepat saji yang akan saya tuliskan kali ini.

Saya baru mengenal nama Bamby cahyadi. Jadi setelah membaca judul bukunya saya menlihat profil penulisnya, dan hei! Lucu sekali kelahiran 70an, yang kira-kira kalau di‘kurs’kan dengan buku ini diterbitkan, berarti umurnya 42tahun, tetapi fotonya imut dengan kacamata dan jari ala checklist didagunya, ini foto bisakah saya katakan diambil 15tahun yang lalu? Hahaa. Untuk ukuran 40 tahun saya menilai (dari fotonya) pribadinya imut sekali. Yang paling lucu adalah ia adalah lulusan Hamburgerlogy saya baru tau ada jurusan itu. Oke judul menarik, penulisnya menarik, dan teman saya ketika akan membeli buku ini bilang resensi untuk buku ini juga menarik. Tak usah ditanya buku ini memang layak dibeli, bukan karena hanya lagi bazar dan mendapatkan buku ini dengan Rp.15.000 saja, saya ‘kena’ jackpot!. Ye.

Sedikit cerita: Museum Sang Nila Utama


Sebetulnya agak malu juga saya menulis tentang museum ini, sebagai orang yang lahir dan besar dan mencintai kota ini, sedikit sekali pengalaman dan pengetahuan saya tentang museum satu ini, Museum Sang Nila Utama. Tapi nantilah kita bercerita tentang itu, sekarang mari kita nikmati museum ini dulu.

Akhir maret lalu, saya berkesempatan menjadi ‘turis di negeri’ sendiri. Namanya turis, pasti jalan-jalankan, nah salah satu destinasi jalan-jalannya adalah Museum Sang Nila Utama ini. Museum ini letaknya strategis amat sebenarnya, terletak di Jalan Sudirman, pusat kota Pekanbaru, disebelah Taman Budaya. Layaknya museum biasa punya berbagai koleksi kuno, miniatur khas Riau sampai koleksi sedikit ‘cerita sejarah’ Provinsi Riau.

Karena saya rombongan jadi gak terlalu tau banyak informasi, maaf yah ._.v Saya juga gak tau berapa tiket masuknya, huhuu. Tapi kayanya udah digratisin deh, soalnya di plang informasinya tiket masuknya dihapusin, kayanya loh. Waktu berkunjung ke museum itu dari hari Selasa-Minggu, ada yang dari jam 8.00-15.00 (Selasa-Kamis), cuma sampai jam 11.00 (Jumat) dan sampai jam 13.00 (Sabtu-Minggu)
.
Museum ini sederhana saja kok bentuknya, kaya rumah panggung adat Riau di Jalan Diponegoro. Pas masuk kita langsung ke lantai 2 kita langsung ke meja administrasinya, mbak-mbaknya lumayan ramah kok (entah karena habis difoto ya? Muahaha, gak ramah beneran kok). Karena saya rombongan jadi ada bapak pemandunya yang menceritakan sekilas gitu, cuma yaa saya gak terlalu suka mendengar jadi saya duluan aja lihat-lihatnya toh udah ada keterangan juga, ya walau keterangannya gak rinci, hehee.

Saturday 16 May 2015

Coba cerita tentang gue dan siradio

Radio koleksi Museum Sang Nila Utama, Pekanbaru
Ngomong-ngomong tentang radio, gue dengan bangga mengatakan gue termasuk salah satu orang yang masih setia dengar radio, dan dengan lebih bangga lagi mengatakan sering kirim salam untuk ehem lewat radio, plus lagu spesial berharap si dia mendengarkan, Hahahaaahaa. Terkutuklah orang yang mengatakan orang yang dengarin radio adalah orang kuno zaman purba, karena lewat radio gue merasa lebih canggih dan.. gaul? Hahahaa

Pengalaman gue dengan radio gak spesial-spesial amat sebenarnya, gue belum pernah ketemuan penyiar favorit gue, atau ngantarin dia makanan atau bahkan nelpon ke radio. Gue ini termasuk kategori silent listener. Tetapi pengalaman gue dengan radio tetap oke buat gue banggain, hahaha.

Waktu SMP gue paling sering denger radio, apalagi saat itu sedang suka-sukanya sama teman, uhuuk, padahal sering ketemu disekolah, tapi gue gak berani nyapa, jadi gue sapa dia aja di radio, pakai nama samaran dong, kalau dia dengerkan gue malu juga, hahaha. Lagu yang sering gue request adalah lagu d’masiv, wajar saat itu d’masiv lagi booming-boomingnya, atau lagunya J-Rocks. Kalau lagunya, ‘lu-tau-sendiri-lah’ malu banget nyebut judulnya, yang aaa.. ‘malu adek bang’. Sampai sekarang gue gak tau dia tau gak ya dia pernah dikirimin salam dari gue? Gue pun gak tau dia suka denger radio gak ya waktu itu? Pas zaman putih abu-abu, hampir sama, cuma beda metode. Dulu gue sama anak-anak OSIS lainnya pas latihan PBB sering sok-sok main radio-radioan. Pake seperangkat speaker sekolah kita sok-sokan lagi on-air gitu, terus kalau mau kirim salam sms aja kami, nah bisa mutarin lagu juga, tapi banyak yang gak ada lagu yang direquest, wong playlist yang kami punya kan dikit, hahahaa. Cuma kirim-kiriman salamnya itu, kemungkinan didengar sama yang dituju, hahahaa.

Thursday 14 May 2015

Sendiri

Sendiri. Saya muak dengan bising, dengan kebersamaan, entah kenapa semua terasa mengganggu, palsu. Mempertanyakan pembicaraan kita, kebersamaan kita. Kenapa kita lakukan? Tuluskah? Atau hanya karena hal basa-basi agar tak sendiri. Saya ingin hilang, pergi ketempat dimana tak ada yang mengenal, apa yang saya lakukan tak lagi dipertanyakan atau dicurigai. Nah, sekarang betapa terlihat tak bersyukurnya saya. Tapi saya muak dengan kebersamaan, saya muak merasa kebersamaan itu palsu. Bahkan merasa kebersamaan itu hanya seperti hinaan karena kita tak mampu untuk berdiri sendiri. Kita bersama untuk tidak terhina tetapi kita saling menghina.

Mengapa kita bersama? Karena merasa cocok? Merasa saling menguntungkan? Merasa bisa saling menjadi lebih baik dengan bersama? Atau karena ya.. kebetulan saja, karena tak ada kesempatan memilih orang lain lagi untuk bersama.

Saya muak terlihat ini bukan saya, tau apa anda? Saya saja tak tau. Saya ingin hilang dan tersesat, mencari jawaban. Tak ada yang mengenal, lalu apa yang akan saya lakukan? Mungkin saya akan menjadi saya. Saya muak terkukung dalam masyarakat yang serba sok tau, sok tau tentang saya, tentang semua. Saya muak dengan percakapan dan tawa dan canda yang bising ini. Seperti klakson pengendara bodoh yang membunyikan klakson ditengah macet.

Oi! Saya ingin sendiri dan hilang dan tak dikenal. Saya ingin menemukan diri saya sendiri, dan tak lagi asing dengan diri sendiri dan berhenti bertanya siapa kau sendiri? Saya muak menjadi asing dengan diri sendiri mengkambinghitamkan kebersamaan, mengkambinghitamkan kenal-mengenal karena membuat saya kehilangan diri sendiri.

Saya ingin sendiri dan memperhatikan keramaian dan menertawakan orang-orang yang tak mengenal dirinya sendiri.

Saya ingin sendiri, untuk mengetahui diri.